Rasanya baru kemarin aku, Tya, Ilham, Renly dan Oki menghabiskan hari libur lebaran di sebuah pulau di sekitaran Jakarta. Pulau Pari namanya. kami menghabiskan 2 hari 1 malam di sebuah tenda pinggir pantai yang masih dengan suasana lebaran! Rasanya camping di pinggir pantai setelah dulu pernah camping di Pulau Sempu Malang itu sangat menyenangkan! Dengan ditemani ribuan bintang beserta cahaya bulan yang menyaksikan kami di tempat itu.
Perjalanan di mulai dari daerah Pancoran, titik kumpul kami berlima saat itu. Kami menuju Pelabuhan Muara Angke di Jakarta Utara untuk berangkat menuju Pulau yang memiliki Pantai Pasir Perawan itu.
Pukul 06.30 kami siap berangkat menggunakan kapal kayu nelayan yang ternyata banyak dikunjungi oleh wisatawan yang notabene keluarga. Ya mungkin saja mereka seperti halnya kami yang ingin menghabiskan liburan disana 
Dengan membayar tiket kapal yang di tagihkan oleh kondekturnya sebesar Rp.40.000/tiket/sekali jalan, kami siap di berangkatkan menuju Pulau Pari. Angin laut, ombak yang kencang serta muka yang sedikit mabuk menemani perjalanan kami kesana. Sekitar 2-3 jam kami diatas kapal yang penuh sesak oleh para wisatawan lain yang juga penasaran akan keindahan Pulau Pari tersebut.
Kapal Menuju Pulau Pari
Beberapa jam berselang tibalah kami di Pelabuhan di Pulau Pari. Kami langsung tertuju kepada warung yang menjual makanan, karena kami semua lapar. Nasi mana nasi…?!
Makan dulu sebelum mencari lahan camping yang akan kami dirikan tenda adalah alternative sebelum kami membangun tenda disekitaran pantai. Beberapa menit jalan kaki ke arah Pantai Pasir Perawan yang katanya ada sesosok hantu perawan yang masih ada di sekitaran pantai tersebut. Percaya gak percaya tapi aku sengaja tidak mau mendengar hal-hal yang aneh yang bisa membuatku merasa tak nyaman berada disana.
Sesampainya di pintu Selamat datang di Pantai Pasir Perawan ternyata kami diminta untuk membayar tiket masuk per orangnya sebesar Rp.2.000/ orang dan izin mendirikan tenda sebesar Rp. 10.000/ tenda. Ya gapapalah pikirku, mungkin saja pengelolanya yaitu warga sekitar ingin lebih membangun Pulau yang di dalamnya ada sebuah kantor Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia itu.
Aku suka sekali suasanya pantai di Pasir Perawan ini. Air pantainya tenang tanpa ombak, butiran pasirnya yang lembut dan kecil-kecil berwarna putih tanpa karang, ada hamparan pohon mangrove yang mengelilingi pantai tersebut serta suasana hangat tenda kami yang penuh canda tawa. Tentang Oon, tentang…Yak, yang saya ga bisa sebutkan satu persatu disini x)).
Sambil menunggu matahari turun ke barat, kami sempatkan jalan-jalan ke Arah berlawanan Pulau pasir perawan. Disana kami menemukan kantor Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atau yang lebih dikenalnya dengan LIPI. Masyarakat Pulau Pari menyebut pantai disana dengan sebutan Pantai LIPI.
Kurang lengkap rasanya jika ke Pantai tapi badan ini tak basah. Sore itu kami tak lupa berenang dan ketengah pantai. Berfoto ria, sambil menikmati suasana pulau yang saat itu sedang ramai dibanjiri pengunjung. Sampai tiba matahari di barat meninggalkan cahaya yang indah pada kami melalui sunset di tengah pulau tersebut.
Malampun tiba. Tak ada hujan tak ada petir kami menghabiskan malam di pinggir pantai. Sambil bercengkrama, masak di pinggir pantai menggunakan peralatan nesting dan kompor yang kami siapkan dari rumah. Sambil menikmati hidangan kopi dan teh hangat di bawah gubuk kayu di samping tenda kami yang posisinya tak jauh dari bibir pantai.
Jika kalian ingin menghabiskan liburan di Pulau Pari dan menggunakan tenda, tidak perlu ragu. Karena disana ada toilet umum yang disediakan untuk pengunjung yang tidak menginap di homestay yang lengkap dengan fasilitas AC dan kamar mandinya. Cukup membayar uang sukarela toilet yang biasanya sebesar Rp.2.000/ per sekali masuk, pengunjung yang tidur di tenda juga bisa bolak-balik ke toilet umum disana. Ya, walaupun seadanya dan perlu antri dengan penghuni tenda yang lainnya. Hihihi.
Untuk harga makanan seporsi nasi dan lauk pauk atau dengan mie instan juga menurutku standart, tidak terlalu mahal dan tidak murahan juga. Bisa di bilang cukup pas dengan kondisi di pedagang yang harus berbelanja di Luar pulau tersebut.
Jam 11 siang di hari berikutnya, kami sudah bersiap dengan barang bawaan kami diatas perahu yang akan membawa kami pulang ke pelabuhan Muara Angke dari Pulau Pari. Sama seperti berangkat, kami menggunakan kapal kayu nelayan yang biasa juga membawa wisatawan kelas backpacker seperti kami ini menyebrang pulau-pulau cantik yang tidak jauh dari Wilayah Ibukota Jakarta 
Dan untuk yang mau menyewa homestay yang lengkap dengan fasilitasnya bisa juga booking dari jauh hari. Dengan harga sekitar 300 ribuan sudah bisa menyewa homestay yang nyaman seperti rumah sendiri. Bisa juga menghubungi travel operator disana langsung untuk paket wisata di Pulau Pari.
Selamat Liburan ! 